KPU Blora Gelar Pleno Rutin Bulan Desember 2025, Pastikan Kegiatan Berjalan Optimal
Blora - Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Blora menggelar Rapat Pleno Rutin bulan Desember bertempat di Aula KPU Blora, pada Selasa, (2/12/2025). Rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua KPU Blora ini dihadiri oleh seluruh komisioner dan jajaran sekretariat. Rapat pleno rutin minggu pertama ini adalah membahas kegiatan apa saja pada bulan Desember 2025. Ketua KPU Kabupaten Blora, Widi Nurintan Ari Kurnianto mengatakan, rapat ini bertujuan menentukan kegiatan-kegiatan bulan Desember ini. "Pleno ini menjadi agenda wajib kami untuk memastikan kegiatan apa saja yang akan dilaksanakan bulan ini," ungkap Widi. Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan SDM KPU Blora, Ahmad Mustakim mengatakan, rapat ini menjadi hasil penetapan teknis hasil pleno menjadi pedoman penting yang dapat dilaksanakan secara akurat dan sesuai prosedur. "Dalam pleno ini juga dibahas peningkatan kapasitas, rencana sosialisasi, dan juga revisi dan optimalisasi serapan anggaran," jelas Mustakim. Pleno ini diharapkan dapat memperkuat pondasi kelembagaan KPU Blora dan meningkatkan profesionalitas seluruh jajaran penyelenggara Pemilu dan Pemilihan di Kabupaten Blora. ....
KPU Blora Paparkan Strategi Distribusi Logistik pada Ngopi Asli KPU Jateng Fokus Pelayanan Wilayah Terluar
BLORA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blora berperan aktif dalam kegiatan Ngopi Asli (Ngobrol Pemilu Ahli dan Solutif) bertema “Strategi Long Passing dalam Mewujudkan Distribusi yang Efektif, Efisien, Tepat Waktu dan Tepat Sasaran di Wilayah Terjauh dan Tersulit" yang digelar oleh KPU Provinsi Jawa Tengah secara daring, Selasa (2/12/2025). Forum ini berfokus pada strategi pendistribusian logistik Pemilu ke wilayah perbatasan dan desa-desa dengan kondisi geografis kompleks di Jawa Tengah. Ketua KPU Jawa Tengah, Handi Tri Ujiono menegaskan bahwa pemenuhan logistik merupakan bagian langsung dari pemenuhan hak pemilih. "Tidak boleh ada pemilih yang tidak terlayani hanya karena logistik. Pengetahuan dan tata kelola logistik harus diwariskan agar tidak mulai dari nol di setiap periode," tegasnya. Anggota KPU Jawa Tengah, Basmar Perianto Amron, menyampaikan pentingnya pengarsipan dan peningkatan kapasitas sumber daya secara berkelanjutan. "Pengelolaan logistik harus terus mengikuti dinamika regulasi. Kesiapsiagaan tidak boleh terhenti ketika tidak ada tahapan,”ujarnya. Sejumlah Ketua KPU Kabupaten/Kota yng menjadi narasumber turut memaparkan pengalaman regional. Dari Brebes, Muhammad Taufik Z.E menegaskan tantangan wilayah luas dan medan ekstrem. "Distribusi di wilayah tersulit adalah kunci menjaga kedaulatan demokrasi. Mitigasi harus presisi dan terukur,”ungkapnya. Sementara Himawan Tri P. dari KPU Tegal menyoroti sisi teknis dan manajemen risiko. "Cuaca, gudang, dan koordinasi lintas pihak harus menjadi perhatian. Efisiensi akan menekan potensi kerusakan dan kesalahan administrasi,” jelasnya. Ketua KPU Wonogiri, Satya Graha, menambahkan evaluasi insiden lapangan sebagai pembelajaran penting. "Kesalahan sekecil apa pun harus dianalisis. Evaluasi adalah kunci perbaikan," tegasnya. Pada kesempatan ini, Ketua KPU Blora, Widi Nurintan, didapuk sebagai salah satu pembicara untuk menyampaikan praktik strategis KPU Blora dalam menjamin distribusi logistik ke wilayah perbatasan dan area terdalam yang menjadi perhatian khusus dalam setiap pemilu. "Wilayah terluar selalu kami prioritaskan dalam distribusi. Hak pilih masyarakat harus dijamin, berapa jauh pun lokasinya. Kunci utamanya adalah pemetaan presisi, armada siap, dan koordinasi total," tegasnya. Widi menegaskan bahwa keterlibatan Blora sebagai narasumber merupakan bentuk kontribusi nyata dalam menguatkan kesiapan pemilu secara provinsi. Pengalaman langsung lapangan menjadi referensi penting bagi daerah lain dalam memastikan logistik tiba tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran, dan aman hingga TPS paling terdalam. KPU Blora berkomitmen untuk terus memperkuat sistem, memperluas kolaborasi, dan menjaga integritas pelayanan logistik sebagai bagian dari penyelenggaraan pemilu yang profesional, inklusif, dan berintegritas. ....
Penguatan Kapasitas Kelembagaan Pengawas Pemilu dan Sinergi Mitra Kerja Menuju Integritas Demokrasi di Blora
BLORA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blora turut serta dalam Kegiatan Penguatan Kapasitas Kelembagaan Pengawas Pemilu Bersama Mitra Kerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Kamis, 27 November 2025. Acara yang berfokus pada refleksi, evaluasi, dan penguatan sinergi ini diselenggarakan di Hotel Azana Blora. Peningkatan Kapasitas di Masa Non-Tahapan Kegiatan ini secara spesifik menekankan bahwa kerja-kerja kepemiluan, baik oleh KPU maupun Bawaslu, tidak berhenti meski sedang berada di luar tahapan Pemilu atau Pemilihan. Tujuan utama acara ini adalah sebagai sarana refleksi dan evaluasi mendalam dari pelaksanaan Pemilu/Pemilihan sebelumnya, demi memastikan proses demokrasi ke depannya dapat berjalan semakin baik dan sukses. KPU Kabupaten Blora diwakili oleh Noorman Pramono, Anggota KPU Kabupaten Blora yang juga menjabat sebagai Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan, menunjukkan komitmen KPU dalam mendukung upaya peningkatan kualitas pengawasan. Tiga Narasumber Kunci dalam Forum Forum strategis ini menghadirkan tiga narasumber utama yang berasal dari unsur Pemerintah, Legislatif, dan Komisi Nasional, yaitu: Siswo Gunawan dari Badan Kesbangpol Kabupaten Blora. Beliau membawakan materi mengenai Peran Pemerintah Kabupaten Blora dalam Mendukung Pemilu dan Pemilihan, menyoroti pentingnya dukungan eksekutif terhadap suksesnya penyelenggaraan pesta demokrasi. Lanova Candra Tirtaka dari Pimpinan DPRD Kabupaten Blora. Dalam sesinya, beliau memberikan Saran dan Rekomendasi terkait Penguatan Kapasitas Kelembagaan Bawaslu, sebagai bentuk pengawasan dan dukungan dari unsur legislatif daerah. Muhammad Sirotudon dari Perwakilan Komisi II DPR RI. Membahas materi yang kaya sejarah, beliau mengulas Sejarah Bawaslu hingga Peran Sentral Bawaslu dalam Pemilu, memberikan perspektif nasional mengenai posisi krusial lembaga pengawas. Partisipasi Lintas Sektor Kegiatan ini juga menarik partisipasi dari berbagai kalangan, menegaskan sifat kolaboratif pengawasan Pemilu. Peserta yang hadir meliputi perwakilan dari Organisasi Kepemudaan, Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan berbagai Stakeholder terkait. Lulusan Pendidikan Pengawas Partisipatif Pemilu Partisipasi lintas sektor ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem pengawasan yang kuat dan bersifat partisipatif, sesuai dengan tema besar sinergi mitra kerja untuk mencapai integritas demokrasi di Blora. ....
KPU Blora Gelar Pleno Rutin Bulan November 2025, Bahas Evaluasi dan Proyeksi Kegiatan Bulan Desember
Blora – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blora baru-baru ini menyelenggarakan Rapat Pleno Rutin untuk bulan November 2025, Rabu (26/11/2025). Pertemuan yang sarat akan makna strategis ini berfokus pada evaluasi komprehensif terhadap capaian kinerja selama bulan berjalan sekaligus merumuskan proyeksi dan rencana taktis untuk kegiatan di bulan Desember mendatang. Diselenggarakan di Aula KPU Blora, rapat pleno ini dihadiri secara lengkap oleh jajaran komisioner dan sekretariat. Pertemuan ini menjadi platform vital untuk memastikan bahwa setiap tahapan dan administrasi kepemiluan di wilayah Blora senantiasa berjalan di atas koridor integritas, efisiensi, dan akuntabilitas. Evaluasi Kinerja: Menjaga Presisi Pelaksanaan Tahapan Agenda utama dalam sesi evaluasi adalah membedah dan menganalisis setiap kegiatan yang telah terealisasi sepanjang November. Poin-poin krusial yang menjadi sorotan meliputi; Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB): Komisioner memberikan penekanan khusus pada presisi data pemilih sebagai jantung dari proses demokrasi. Evaluasi mencakup sinkronisasi data dengan pihak terkait dan upaya maksimalisasi partisipasi masyarakat dalam memverifikasi hak pilih mereka. Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih; dievaluasi pula efektivitas metode sosialisasi yang telah digunakan, khususnya dalam menjangkau segmen pemilih muda dan kelompok rentan, guna meningkatkan literasi politik dan partisipasi masyarakat. Proyeksi Strategis: Memetakan Aksi di Bulan Desember Beralih ke sesi perencanaan, KPU Blora telah merancang serangkaian kegiatan strategis yang akan dieksekusi selama bulan Desember. Rencana ini merupakan manifestasi dari komitmen KPU Blora untuk terus bergerak proaktif dalam mempersiapkan diri menuju puncak pesta demokrasi. Adapun program-program prioritas yang telah disepakati meliputi; Penguatan Konsolidasi Internal: Mengadakan workshop dan pelatihan teknis bagi staf sekretariat untuk mempertajam pemahaman regulasi terbaru dan meningkatkan kompetensi dalam manajemen tahapan. Ekspansi Jangkauan Sosialisasi: Menggagas program sosialisasi yang lebih intensif, fokus pada isu-isu spesifik. Rencana soal peningkatan kapasitas SDM KPU Blora terkait regulasi PAW, pelatihan menulis berita kehumasan, Coktas dan peningkatan regulasi hukum kepemiluan. Dalam penutup rapat, Ketua KPU Blora, Widi Nurintan Ari Kurnianto menyampaikan optimisme terhadap kinerja tim. "Rapat pleno ini menegaskan bahwa KPU Blora senantiasa bekerja dalam koridor profesionalitas. Evaluasi yang mendalam adalah fondasi untuk perbaikan berkelanjutan, sementara proyeksi kegiatan Desember adalah wujud dari komitmen kami dalam mengawal integritas pemilu. Kami mengajak seluruh elemen masyarakat Blora untuk terus bersinergi demi suksesnya Pemilu yang jujur, adil, dan berkualitas," pungkasnya. Hasil pleno ini menjadi bekal penting bagi KPU Blora untuk melangkah ke bulan Desember, sebuah periode krusial dalam kalender pasca tahapan penyelenggaraan. ....
KPU Blora Ikuti Program Talk To Me Perkuat SDM Pasca Pemilu dan Pilkada
Blora, KPU Blora – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blora turut serta secara daring dalam kegiatan Zoom Meeting bertajuk "Talk To Me: Strategi Peningkatan SDM Pasca Pemilu dan Pilkada". Acara penting ini diselenggarakan oleh KPU Provinsi Jawa Tengah pada hari Rabu, 26 November 2025, dan diikuti serempak oleh seluruh KPU kabupaten/kota serta perwakilan dari provinsi lain. Kehadiran Pimpinan KPU Blora KPU Kabupaten Blora hadir mulai Ketua KPU Blora, Widi Nurintan Ary Kurnianto, bersama anggota komisioner dan jajaran sekretariat. Kegiatan ini merupakan program seri keenam dari inisiatif "Talk To Me" dan fokus pada strategi penguatan kapasitas kelembagaan serta Sumber Daya Manusia (SDM) penyelenggara pemilu setelah selesainya tahapan Pemilu dan Pilkada. Peningkatan Kompetensi dan Profesionalitas Acara diawali dengan pembukaan dan arahan dari Kadiv SDM dan Litbang KPU Jateng, Mey Nurlela. Dilanjutkan dengan arahan dari Persadaan Harahap, Ketua Divisi SDM, Organisasi, dan PKSDM KPU RI yang secara tegas menekankan pentingnya upaya peningkatan kapasitas kelembagaan secara berkelanjutan. Dalam arahannya, Persadaan mendorong seluruh satuan kerja, termasuk KPU Blora, untuk menjaga dan meningkatkan profesionalitas, meningkatkan kompetensi individu dan tim, memanfaatkan ruang pembelajaran internal sebagai bagian integral dari pengembangan kualitas penyelenggara pemilu. Fokus pada Integritas dan Penguatan Kelembagaan Sesi diskusi kemudian menghadirkan narasumber utama, yaitu Fernandes Maurisya, Tenaga Ahli Divisi SDM, Organisasi, dan PKSDM KPU RI. Fernandes memaparkan materi penting terkait langkah-langkah strategis untuk penguatan institusi di daerah, yang meliputi: Penguatan struktur organisasi KPU di tingkat kabupaten, optimalisasi pelaporan kinerja agar lebih akuntabel dan transparan, penguatan pola pembinaan dalam rangka mempertahankan integritas penyelenggara pemilu di tingkat daerah. Forum diskusi yang berlangsung secara terbuka dan interaktif ini juga memberikan kesempatan bagi perwakilan KPU Kabupaten/kota untuk menyampaikan masukan dan berbagi pengalaman mengenai dinamika serta tantangan pelaksanaan tugas di wilayah. Komitmen KPU Blora untuk Pelayanan Terbaik Melalui keikutsertaan aktif dalam kegiatan strategis ini, Kadiv Sosdiklih Parmas dan SDM KPU Blora, Ahmad Mustakim menegaskan komitmen lembaganya untuk terus meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. "Partisipasi kami dalam 'Talk To Me' ini adalah bukti nyata komitmen KPU Blora. Kami akan terus berupaya agar penyelenggaraan pemilu dan pilkada di masa depan semakin profesional, akuntabel, dan berintegritas," ucap Mustakim. KPU Blora berharap hasil dari pertemuan ini dapat segera diimplementasikan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dan memastikan kualitas demokrasi di Kabupaten Blora. ....
Kunjungan Monitor KPU Jateng, Sinergi Data Pemilih Berkelanjutan
Blora - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blora menerima kunjungan monitoring dan supervisi dari KPU Provinsi Jawa Tengah dalam rangka persiapan Rapat Pleno Rekapitulasi Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) Triwulan IV Tahun 2025, Rabu (26/11/2025). Kehadiran Ketua Divisi Data dan Informasi (Datin) KPU Provinsi Jawa Tengah, Paulus Widyantoro, didampingi oleh Kepala Bagian Perencanaan dan Data Informasi (Kabag Rendatin), disambut hangat oleh Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Blora di ruang pertemuan. Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya intensif KPU Jawa Tengah untuk memastikan kesiapan dan akurasi data pemilih di tingkat kabupaten/kota menjelang akhir tahun. Dalam pertemuan tersebut, dibahas secara mendalam progres dan tantangan dalam pelaksanaan PDPB di Kabupaten Blora. Paulus Widyantoro mengapresiasi kinerja KPU Kabupaten Blora dalam upaya pemutakhiran data yang berkelanjutan. "Kami mengapresiasi upaya KPU Kabupaten Blora. Berdasarkan laporan, data invalid di Blora tercatat nol, artinya tidak ada. Ini adalah pencapaian yang luar biasa dan menunjukkan kerja keras seluruh jajaran," ujar Paulus Widyantoro. Meskipun demikian, KPU Blora tetap proaktif menindaklanjuti data pemilih yang masih "tidak padan". Ketua KPU Kabupaten Blora, Widi Nurintan Ary Kurnianto menjelaskan bahwa tim telah bergerak cepat. "Hanya menyisakan data pemilih yang tidak padan. Namun, minggu kemarin sudah kami tindak lanjuti dengan langsung mendatangi rumah masing-masing pemilih yang dimaksud, memastikan keberadaan dan data administrasi kependudukannya agar padan," jelas Ketua KPU Blora. Kunjungan monitor ini juga menegaskan jadwal penting yang akan datang. Rapat Pleno Rekapitulasi Data Pemilih Berkelanjutan Triwulan IV direncanakan akan diagendakan pada Senin, 8 Desember 2025, bertempat di ruang Pertemuan KPU Kabupaten Blora. KPU Kabupaten Blora berkomitmen untuk terus menjaga akurasi data pemilih sebagai pondasi utama bagi terselenggaranya Pemilu dan Pilkada yang bersih, kredibel, dan berintegritas. ....
Publikasi
Opini
Pilkada merupakan sarana suksesi kepemimpinan di tingkat lokal (provinsi, kabupaten, dan kota madya) secara demokratik dengan aturan pelaksanaan dan pembiayaan yang jelas. Pentingnya suksesi kepemimpinan di tingkat lokal akan tercermin dengan semakin tingginya partisipasi pemilih. Tingginya partisipasi pemilih dapat diupayakan dengan pendidikan politik yang memadai, dengan demikian pendidikan politik menjadi sebuah tema yang urgen dalam Pilkada 2024. Tingginya partisipasi pemilih menjadi bagian penting dalam menilai kualitas pilkada. Sementara itu partisipasi pemilih diharapkan semakin besar untuk tumbuhnya pemilih rasional sebagai pilarnya. Varian pemilih rasional, sebagai salah satu pilar utama yang akan berpengaruh besar terhadap seluruh proses demokrasi. Pemilih rasional ini berproses melalui sebuah proses yang tidak ringan karena dihadapkan pada faktor-faktor yang dapat membentuk varian pemilih lain secara bersamaan yaitu pengaruh ideologi partai, tradisi dan ikatan emosional serta ikatan sosiologis. Oleh karena itu, pendidikan politik menjadi basis utama guna menumbuhsuburkan varian pemilih rasional dalam dinamika politik kita termasuk proses Pilkada 2024 Kita mengenal varian pemilih rasional, satu diantara beragam jenis pemilih lain yang lazim kita kenal seperti pemilih yang berbasis pada ikatan ideologis, sosiologis, agama, emosional serta ikatan-ikatan lain yang tumbuh dalam ruang sosial-politik kita. Ragam jenis pemilih muncul karena adanya keragaman “atas dasar apa pemilih menentukan pilihannya”. Pemilih rasional merupakan varian yang diharapkan menjadi varian dominan karena pemilih tipe ini memberikan pilihannya berbasis pertimbangan rasio/akal sehingga dianggap lebih mampu melihat calon serta dinamika proses sosial-politik secara lebih obyektif dari sudut pandang kompetensi, rekam jejak dan profesionalitas. Untuk mencapai jumlah pemilih yang rasional sebagai varian yang dominan maka diperlukan pendidikan politik. Pendidikan politk diarahkan agar pemilih mampu melihat dan bereakasi atas peristiwa politik, termasuk peristiwa pilkada. Pendidikan politik yang baik akan menciptakan civil society yang kuat yang mampu mengimbangi dan mengontrol peran negara dan lembaga-lembaga politik konvensional. Sebagaimana proses politik lainnya, peristiwa Pilkada serentak tahun 2024 ini juga dapat dicermati oleh pemilih rasional dari tiga dimensi. Ketiganya adalah dimensi selection, dimensi election dan dimensi post-pilkada yaitu legacy. Pendidikan Politik Proses pendidikan politik bagi pemilih ini tidak hanya menjadi tanggung jawab KPU, Bawaslu, Partai Politik atau Pemerintah tetapi merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat. Alasannya adalah, bahwa dalam kehidupan bernegara dan pemerintahan banyak hal yang ditentukan melalui mekanisme politik. Sehingga menjadi sebuah keniscayaan ketika pendidikan politik menjadi urgensi bersama, menjadi titik konvergensi untuk mengarahkan pada situasi politik yang demokratik dalam jangka panjang. Urgensi pendidikan politik sejalan dengan tujuan, prinsip dasar, proses dan fungsinya seperti yang dijelaskan para pakar berikut ini. Alfian menguraikan arti pendidikan politik yang lebih dalam yakni pendidikan politik sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Menurut Kartini Kartono pendidikan politik merupakan upaya pendidikan yang disengaja dan sistematis untuk membentuk individu agar mampu menjadi partisipan yang bertanggung jawab secara etis/moral dalam pencapaian tujuan politik. Sementara Rusadi Kantaprawira memandang bahwa pendidikan politik sebagai upaya meningkatkan pengetahuan politik rakyat agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya, sesuai dengan paham kedaulatan rakyat atau demokrasi bahwa rakyat harus mampu menjalankan tugas partisipasi. Kosasih Djahiri menyatakan bahwa pendidikan politik adalah pendidikan atau bimbingan, pembinaan warga negara suatu negara untuk memahami mencintai dan memiliki rasa keterikatan diri (sense of belonging) yang tinggi terhadap bangsa negara dan seluruh perangkat sistem maupun kelembagaan yang ada. Salah satu sasaran pendidikan politik yang strategis adalah segmen pemilih generasi millennial dan generasi Z. Generasi ini mempunyai cara berfikir, cara bertindak dan cara memilih yang unik sesuai sudut padang zamannya sebagai digital native generation. Tetapi secara usia tentu saja mereka belum berpengalaman dalam partisipasi pada peristiwa pilkada yang mereka temui di tahun 2024 ini. Sehingga perlu upaya sistematis untuk mengenalkan mereka pada peristiwa Pilkada. Oleh karena itu diperlukan pendidikan politik sebagai upaya sistematis tersebut. Adapun tujuan utama pendidikan politik tersebut adalah untuk membentuk varian pemilih yang rasional, pemilih yang partisipatif dan peka terhadap proses politik baik yang berada dalam dimensi seleksi politik, election maupun legacy yang dihasilkan oleh institusi-institusi dari produk mekanisme demokrasi. Berdasarkan ruang lingkup sosialisanya, maka upaya ini sangat strategis jika diarahkan pada pemilih pemula baik mahasiswa, siswa SMU/SMK, aktivis karang taruna di desa-desa dan kalangan santriwan-santriwati di berbagai pondok pesantren. Dan salah satu ciri keberhasilan pendidikan politik adalah, meningkatnya secara kuantitatif prosentase pemilih setiap kali pelaksanaannya. Prosentase yang meningkat setidaknya menunjukkan meningkatnya partisipasi pemilih sehingga paralel juga dengan meningkatnya kualitas Pilkada 2024. Penulis : Ahmad Mustakim, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan SDM KPU Blora.
Blora – Pilkada baik Pilgub maupun Pilbup merupakan siklus suksesi kepemimpinan pada tingkat lokal dalam sebuah mekanisme demokratik, sebagai prosedur untuk menyalurkan suara atau aspirasi pemilih. Partisipasi pemilih dalam mekanisme demokratik ini sangat penting karena menentukan kualitas dan legitimasi hasil pilkada. Salah satu pekerjaan rumah bersama dalam meningkatkan partisipasi pemilih adalah dengan mengupayakan partisipasi pemilih pemula dalam pilkada pada proporsi yang cukup tinggi. Pemilih Pemula dan Kualitas Pilkada Setiap kali proses pilkada bahkan proses pemilu lainnya juga, selalu ada urgensi untuk pengarusutamaan kualitas hasil pilkada atau pemilu, baik kualitas pemilih rasional yang makin meningkat jumlahnya maupun kualitas hasil mereka yang telah dipilih untuk memenuhi ekspektasi pemilihnya. Kualitas hasil pemilu (tingginya prosentase pemilih, tingginya proporsi pemilih rasional dan tingginya kompetensi mereka yang terpilih) paralel atau berbanding lurus dengan tingkat legitimasi pemilu atau pilkada. Kualitas pemilu atau pilkada didalamnya terdapat beberapa varibel antara lain kualitas penyelenggaraan atau pelaksanaan (dimensi normative atau prosedural) dan kualitas hasil (dimensi substantif) pilihan. Pada kedua variabel tersebut, tingkat partisipasi pemilih merupakan convergention factor yang signifikan berpengaruh di kedua variabel. Sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi partisipasi pemilih maka semakin tinggi kualitas legitimasinya dan dengan sendiri kualitas pemilu atau pilkadanya. Salah satu pekerjaan rumah bersama untuk meningkatkan partisipasi pemilih adalah partisipasi pada pemilih pemula pada prosentase yang tinggi. Pemilih pemula merupakan aset dan sumber daya jangka panjang yang akan memikul tanggung jawab terpelihara dan terlaksananya mekanisme demokratik. Mekanisme demokratik menjadi platform dalam memproses hak warga negara yang telah memenuhi syarat untuk memilih dan dipilih secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dalam konteks pilkada maka hak memilih dan dipilih digunakan untuk menentukan pos top executive dalam struktur pemerintahan atau lembaga eksekutif. Baik lembaga eksekutif ditingkat provinsi maupun kabupaten keduanya mempunyai signifikansi yang sangat besar dalam menentukan penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sehingga memilih siapa yang dikehendaki menjadi top executive pada keduanya tentu saja sebagai sesuatu yang sangat krusial. Urgensi peningkatan partisipasi pemilih pemula ditujukan agar secara kuantitatif tingkat partisipasi kelompok ini tinggi prosentasenya. Dan secara kualitatif partisipasi pemilih pemula berbasis pada besarnya tipologi pemilih rasional yang tumbuh dalam kelompok ini. Tipologi pemilih rasional yang muncul dalam jumlah besar merupakan sebuah proses yang sebagian diantaranya dihasilkan melalui pendidikan politik yang berkualitas. Tingginya prosentase pemilih rasional akan berperan besar dalam penentuan tingginya kuantitas pemilih (penggunaan hak pilih saat pilkada). Dengan demikian pemilih rasional merupakan vooter core dari sisi kuantitatif sekaligus kualitatif dalam pelaksanaan pilkada. Oleh karena itu pendidikan politik merupakan pintu masuk untuk menumbuhkan pemilih rasional dari segmen kelompok pemilih pemula ini. Pertanyaan konvensional dalam diskursus pendidikan politik bagi pemilih pemula adalah, siapa yang bertanggung jawab melaksanakannya ? Secara normatif dan prosedural karena berkaitan dengan alokasi anggaran maka tugas ini dapat dipikul bersama antara KPU, BAWASLU dan KESBANGPOL. Ketiga institusi ini secara tematik dapat melakukan fungsi pendidikan politik sesuai tugas institusinya. KPU misalnya, pendidikan politik dapat dilakukan berbagai model seperti dengan FGD, Seminar, diskusi Publik maupun Workshop tentang bagaimana pemilih pemula menggunakan haknya dalam pilkada. Juga bisa saja tugas ini misalnya secara persuasif disampaikan pada pemilih pemula oleh petugas bersamaan dengan pendaftaran dan pemberian undangan pada pemilih. Yang terpenting adalah upaya penyampaian informasi hingga ke tiap pemilih pemula. Adapun secara etik, pendidikan politik ini juga merupakan bagian dari visi, misi, tujuan dan program kerja dari setiap partai politik. Partai politik dapat mengambil proporsi yang besar karena berkepentingan untuk menyampaikan kekhasan pikiran dan program politiknya kepada publik. Sekaligus sebagai bagian dari proses kaderisasi yang meruapakan proses strategis untuk pendulangan suara dan reorganisasi politik dalam jangka panjang. Tentang materi dan strategi pendidikan politik bagi pemilih pemula ini tentu saja harus mempertimbangkan kondisi psikologis dan model komunikasi yang sesuai. Termasuk didalamnya membangun cara komunikasi politik yang dapat menarik minat pemilih pemula karena gaya komunikasi dan interest pada politik tiap generasi berbeda, termasuk pada pemilih pemula. Penulis : Ahmad Mustakim (Kadiv Sosdiklih Parmas dan SDM KPU Kabupaten Blora)
Sisi Gelap Populisme dan Ancaman pada Demokrasi Ahmad Mustakim, S.Pd Populisme secara konsepsi dapat dikenali sebagai gejala adanya kelompok atau kelas pemilih mayoritas, khususnya “silent majority” atau kelompok mayoritas. Populisme sebagai perilaku kelompok seringkali muncul bersamaan dengan munculnya sikap kecewa dan jenuh akan kondisi kehidupan dirasa semakin susah akibat terjadinya distorsi aspirasi dalam kebijakan-kebijakan krusial yang dibuat oleh politisi dominan dan elit berkuasa. Pada tahap ini, kekecewaan pemilih terhadap elit politik menjadi rentan terhadap politisasi strategi populis. Politisi populis akan memanfaatkan keresahan mayoritas sebagai momentum untuk membangun relasi simbolik dan dukungan sosial guna meraup dukungan. Sehingga melahirkan sebuah gejala perilaku politik/konsolidasi menjadi sebuah arus baru bernama populisme. Populisme sebagai fenomena politik dalam sistem demokrasi mendapatkan perhatian serius dalam diskursus perkembangan demokrasi. Fenomena populisme dalam demokrasi mulai dikenali dan memunculkan beragam bentuk konseptualisasi beserta ragam praktik politik terutama di benua Eropa dan Amerika Latin. Pada kedua wilayah tersebut secara empirik dikenali adanya kelindan gejala dan pertumbuhan populisme dalam proses-proses formal demokrasi. Naiknya kekuatan populis dalam tampuk pemerintahan yang demokratis ternyata memengaruhi kualitas perilaku politik dari sebuah rezim yang awalnya dipilih secara demokratik. Perilaku politik berbasis populisme memang tidak dengan sendirinya sebagai anti demokrasi. Sehingga harus kembali dilihat bagaimana ketika ia berhadapan dengan sudut pandang yang berbeda, sudut pandang etik misalnya. Maka akan bisa dicerna proporsi demokratis dan tidaknya dari aktor-aktor politik tersebut. Sekaligus untuk menengarai potensi ancaman populisme pada ide dasar dan praktik demokrasi. Potensi ancaman populisme pada demokrasi electoral Konsepsi demokrasi yang paling mendasar menurut Schumpter adalah model demokrasi elektoral. Dalam ekspresi minimalisnya, istilah ini mengacu pada prosedur persaingan berulang antara elit politik untuk mendapatkan suara, yang bermula dari gagasan kesetaraan politik, yaitu satu orang satu suara. Pada praktiknya sisi gelap populisme oleh Mudde & Rovira Kaltwasser yang mensinyalir bahwa populisme melemahkan institusi inti demokrasi dan yang paling penting juga punya potensi melemahkan supremasi hukum. Atas nama mayoritas hukum dilampaui. Dan ini mudah sekali ditumpangi untuk kepentingan-kepentingan yang jauh lebih sempit dan kerdil. Para peneliti seperti Houle & Kenny yang memfokuskan perhatian mereka pada norma-norma dan institusi-institusi demokrasi tertentu dan menyimpulkan bahwa populisme adalah sebuah ancaman atau mempunyai potensi perbaikan terhadap institusi-institusi dan prosedur-prosedur demokrasi. Apa yang dapat ditarik kesimpulan sementara dari pendapat para pakar tersebut adalah perlunya sintesis dan perbandingan sistematis mengenai hubungan ambivalen antara populisme dan berbagai model demokrasi. Ambivalensi tersebut dapat terlihat sekaligus dari dua sudut pandang,baik dari sudut pandang ide maupun situasi empiriknya. Sudut pandang ide yang mendasari berarti hendak mengomparasikan gagasan awal sekaligus praktik dari demokrasi dengan populisme. Relevansinya karena baik populisme maupun demokrasi, melahirkan seperangkat prinsip dan norma yang sama-sama berangkat dari kehendak rakyat. Hanya saja populisme memberikan penekanan pada pemosisian mayoritas, sementara demokrasi justru memberi batasan pada mayoritas dengan konstitusi sebagai instrumen pokok dari bangunan demokrasi. Sementara itu praktik-praktik pemerintahan yang mengklaim sebagai pemerintahan demokratik berada pada sudut pandang empirik. Kedua susdut pandang ini akan memberi penjelasan lebih lengkap tentang hubungan populisme dengan demokrasi. Dengan meragamkan sudut pandang dengan pendekatan ide dan empirik kita bisa beralih dari fokus utama pada lembaga-lembaga demokrasi liberal tertentu dan menuju pada penilaian yang lebih beragam mengenai dampak populisme juga pengaryuhnya terhadap konsepsi demokrasi. Praktik populisme dalam pemerintahan demokrasi sangat kentara dalam varian demokrasi liberal yang dipraktikkan di Eropa dan Amerika Latin dengan menggunakan tiga variabel yaitu partai, kabinet dan masa jabatan kepala pemerintahan. Populisme menurut Ochoa Espejo memang dapat membayangi pemerintahan demokratik menuju pada sentrisme rakyat, dengan fokusnya pada kedaulatan rakyatt. Praktik populisme melemahkan mekanisme akuntabilitas karena yang terpenting adalah terpenting adalah hasil pemilu sebagai otoritas yang ligitimatif yang sangat mendominasi. Memang tidak serta merta harus dikatakan setara Diktator Mayoritas tetapi memang dapat menjadi gejala awalnya. Harapannya tentu saja pada pemerintahan yang berhasil dibentuk lewat gagasan populisme lebih menghargai proses-proses pemilu sebagai alat yang dapat digunakan untuk mewujudkan keinginan rakyat dan untuk melegitimasi para pemimpin mereka dengan prosedur-prosedur bakunya. Kecenderungan untuk mengakali proses pemilu karena adanya celah ragam tafsir norma-normanya akan menimbulkan setidaknya kecurigaan dari pihak-pihak yang berads diluar pemerintahan. Populisme dapat menjadi candu dengan mengatasnamakan seluruh tindakannya dengan dalih telah mendapat legitimasi dalam menjalankan otoritasnya. Populisme secara sosiologis akan menjadi bahaya jika disertai dengan usaha mengarahkan pada homogenitas sosial yang berarti memosisikan keragaman berpotensi besar untuk mendapatkan labelling "ancaman" masyarakat. Labelling tersebut tentu saja sangat mengganggu dasar-dasar praktik demokrasi seperti sikap kritis, kebebasan berekspresi, kebebasan berserikat, keragaman berpendapat, pluralitas. Dalam praktik politik , terutama dalam ranah dinamika wacana , muncul kecenderungan menjelek-jelekkan lawan politik dengan diksi yang demagogis. Pada sisi lain menggambarkan diri mereka sebagai satu-satunya penafsir sah atas keinginan rakyat. Strategi wacana semacam ini semakin meningkatkan resistensi antar kekuatan politik dan berbahaya pada pluralitas sebagai realitas Kaum populis juga bisa membenarkan tindakan yang mengabaikan prosedur pemilu dan mengacaukan persaingan, sehingga mengancam salah satu ide inti demokrasi elektoral, yaitu adalah keadilan pemilu. Berdasarkan analisis empiris yang dilakukan Saskia Paulline dan Sandra Graham, keduanya mengkonfirmasi potensi erosi dari pemerintahan populis. Selain itu, kami menemukan bahwa efek korosif populisme ini berkurang seiring dengan semakin kuatnya institusi dan praktik demokrasi di setiap model demokrasi, termasuk demokrasi elektoral. Beberapa argumen dalam literatur memang menunjukkan bahwa hubungan populisme dengan praktik demokrasi elektoral tidak bersifat tunggal tetapi adanya hubungan ambigu antara keduanya yang sama-sama muncul sebagai sistematisasi kehendak rakyat dan tipologi cakupan besaran kehendak rakyat. Ambiguitas ini menurut Mair dan Urbanitti dapat ditelusuri kembali ke ketegangan antara gagasan inti populisme dan model demokrasi yang berbeda, seperti 'kehendak rakyat' dan pemerintahan perwakilan. Demokrasi dengan sifat cairnya memang memberi ruang pada pola gejala kehendak rakyat, salah satunya populisme. Pakar lain telah menyelidiki apakah populisme di pemerintahan atau oposisi menimbulkan ancaman atau perbaikan terhadap kualitas demokrasi liberal misalnya Juon & Bochsler, dan Vittori. Sementara Canovan dan Laclau masih menyimpan optimisme bahwa dalam perkembangannya populisme akan mengalami proses revisi karena faktor internal maupun eksternal. Bagaimanapun juga populisme belum sampai pada titik perkembangan terbaiknya sehingga masih selalu berupaya menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip dasar demokrasi. Jika upaya untuk terus bersesuaian dengan demokrasi dilakukan terus menerus maka populisme mempunyai potensi untuk memperkuat institusi partisipasi politik dan meningkatkan hubungan perwakilan antara politisi dan warga negara. Hal tersebut dikarenakan dalam demokrasi itu sendiri adalah batas-batas yang tidak mungkin dilampaui populisme. Misalnya prinsip persamaan derajat, keadilan dan prosedur-prosedur baku demokrasi seperti pemilu dan mekanisme demokrasi langsung.
Maskot Sebagai Simbol untuk Strategi Konsolidasi dan Branding Pilkada Ahmad Mustakim, Komisioner KPU Kabupaten Blora Menyambut Pilkada pada bulan November 2024 secara serentak setiap KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota melaunching Maskot Pilkada. Lazimnya Maskot diangkat dari unsur keunikan yang ada pada daerah tersebut. Unsur keunikan yang kemudian diangkat menjadi maskot secara sosiologis berfungsi sebagai simbol. Diantara fungsi simbol adalah sebagai bagian strategi konsolidasi internal dan strategi branding program kepada eksternal. Kekuatan Simbol Secara etimologis istilah simbol berasal dari bahasa Yunani, yakni kata symboion dari syimballo (menarik kesimpulan berarti memberi kesan). Simbol atau lambang sebagai sarana atau mediasi untuk membuat dan menyampaikan suatu pesan, menyusun sistem epistimologi dan keyakinan yang dianut. Secara sosiologis Simbol mempunyai kekuatan karena ia dikreasikan untuk mengikat kelompok, mengarahkan dan menggerakkan kelompok secara kolektif (solidaritas, motivasi dan sumber daya yang dimiliki). Simbol dapat mewakili sesuatu yang lebih besar dalam sebuah konstruksi antara yang abstrak dengan yang realistis, antara yang imajiner dengan yang faktual, antara alam sadar dan alam bawah sadar. Simbol hidup dan memrankan fungsinya diantara individu dengan masyarakat yang melingkupinya. Dalam komunikasi simbol dapat memainkan peran, sekalipun misalnya ia dalam posisi diam. Diamnya simbol sebenarnya mengomunikasikan sebuah makna adanya relasi antara individu dengan masyarakatnya. Pola interaksi seringkali diarahkan meskipun tidak secara total oleh simbol. Erwin Goodenough mendefinisikan simbol sebagai sebuah penciptaan pola berfikir dan perilaku yang apa pun sebabnya, bekerja pada manusia dan berpengaruh pada manusia, melampaui pengakuan semata-mata tentang apa yang disajikan secara harafiah dalam bentuk yang diberikan itu. Goodenough menambahkan bahwa simbol memiliki maknanya sendiri atau nilainya sendiri dan bersama dengan ini daya kekuatannya sendiri untuk menggerakan kita. Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari hasil interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertertu. Melalui interaksi dengan orang lain individu-individu akan mengembangkan konsep dirinya sendiri. konsep diri ini akan membentuk perilaku individu. Dalam kajian teori interaksionis simbolik, George Hebert Mead menekankan keberadaan simbol digunakan untuk memaknai berbagai hal. Dengan kata lain, simbol merupakan representasi dari pesan yang dikomunikasikan kepada publik. Makna tidak tumbuh dari proses mental soliter/individu semata namun merupakan hasil dari interaksi sosial atau signifikansi kausal interaksi sosial. Individu dalam sebuah ruang sosial secara mental tidak hanya menciptakan makna dan simbol semata, melainkan juga ada proses pembelajaran atas makna dan simbol tersebut selama berlangsungnya interaksi sosial. Simbol adalah objek sosial yang digunakan untuk merepresentasikan apa-apa yang disepakati bisa direpresentasikan oleh simbol tersebut. Penggunaan simbol tidak mungkin mengabaikan gagasan yang menghubungkan antara simbol dan interaksi. Hubungan fungsi simbol dengan interaksi antara individu dengan ruang sosial yang melingkupinya dengan tepat pada pepatah luhur Dimana bumi di pijak disitu langit dijunjung. Simbol sebagai bagian instrumen untuk mengarahkan kemana masyarakat akan bergerak atau mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Karena simbol mempunyai pengaruh dalam komunikasi dan alat memengaruhi individu dan masyarakat maka simbol secara langsung dapat difungsikan sebagai bagian penting strategi branding. Karena simbol dapat menjadi alat yang kuat untuk merangsang daya imajinasi kita, dan memperdalam pemahaman dengan menggunakan sugesti, asosiasi dan relasi. Sebuah simbol pun pada umumnya disepakati sebagai sesuatu yang tidak berusaha. Simbol memiliki peran penting dalam strategi pemasaran karena ia menjadi representasi visual dari identitas merek dan dapat memengaruhi persepsi konsumen terhadap merek tersebut. Fungsi utamanyaadalah sebagai alat identifikasi yang membedakan merek dari pesaing di pasar yang kompetitif. Dengan melihat simbol tertentu, mereka seharusnya langsung mengaitkannya dengan produk atau layanan tertentu. Simbol dianggap berhasil akan mampu memicu perasaan, nilai, dan pesan dengan hanya sekilas pandang. dengan melihat simbol tertentu maka setiap orang akan berasosiasi terhadap lemabag atau program tertentu. Konsistensi simbol dalam membantu membangun citra lembaga atau sebuah program tertentu yang kuat dan dapat diandalkan. Dengan demikian simbol dapat menjadi alat komunikasi yang kuat. Bentuk, warna, dan elemen lain yang terdapat dalam simbol dapat menimbulkan citra dan kesan tertentu dari masyarakat yang melihat. Penggunaaan Maskot dalam Pilkada sepenuhnya menyadari fungsi Maskot merupakan simbol sebagai penguatan identitas bersama, kesediaan untuk bergerak bersama sekaligus menjual "Agenda Pilkada" sebagai sarana penting suksesi kepemimpinan daerah yang akan membawa pengaruh besar dalam masyarakat.